Oleh: Noor Septaningsih*
“Ojo sok melu-melu organisasi kampus, ngko angel luluse. Wes kuliah seng bener sek” Ujar Bulekku yang agak cerewet. Padahal orangtuaku mendukung penuh keinginanku. Mereka yakin apa yang aku pilih itu yang terbaik untukku. Ingin rasanya aku menyanggah nasehat bulek, tapi mulutku kaku tuk mengungkapkannya Terpaksa aku hanya bisa berkata “Ngiiiihhhh, bulek,..” Kakakku juga tak kalah cerewetnya menasehatiku. Lebih-lebih, moment itu pas lagi gencar-gencarnya berita tentang NII. Kakakku mengomporiku bahwa di kampusku sasaran empuk NII. Tadinya aku percaya saja dengan apa yang dikatakan kakakku sampai-sampai apabila ada mbak PESMA yang menawariku kegiatan aku menghindar darinya. Pernah waktu itu aku ditawarin MOSBA, aku bertanya dengan mbak yang menawariku MOSBA, tapi mbaknya tidak mau memberitahukanku. Dan katanya MOSBA itu wajib.
“Apa ini cara pengkaderan NII yang dibilang kakakku ya?” Gumamku gundah.
Pada waktu hari H pas MOSBA, hatiku deg-degan. Aku semakin waspada jika diberi materi yang menyimpang. Tetapi ternyata setelah aku telusuri, anggapan kakak dan bulekku salah besar. Ternyata apa yang mbak-mbak pesma sajikan itu memberiku banyak ilmu dan pengalaman. Hehehe
“Hufh, lega rasanya” pikirku senang.
“Yoweslah, angger dikandani seng elek-elek tentang kampus, angger mlebu kuping tengen, metu kuping kiwo. Seng penteng aku tetep neng dalan seng lurus. Aku percoyo neng Ringinwok iki aku entuk barokah akeh.” Gumamku lirih.
Senin, 23 juni 2010 Aku dan saudara kembarku, pergi ke Semarang, mencari tempat tinggalku nanti di Semarang setelah kita diterima tolabul ilmi di IAIN Walisongo. Kulihat teman-temanku mencari perguruan tinggi, mencari kost, dan sebagainya bersama orangtua atau gurunya. Tapi aku berjuang dari mendaftar perguruan tinggi sampai mencari tempat tinggal tanpa orangtuaku. Hanya dibantu kakakku dan saudara kembarku. Sedih rasanya teringat masa itu. Di saat kondisi ekonomi keluargaku sedang gundah gulana, di saat itu pula Allah sedang menguji keimananku. Buat makan saja susah apalagi mau kuliah. Tapi aku tetap optimis bahwa aku pasti kuliah. Meskipun tak jarang air mataku selalu menetes di setiap shalatku. Aku yakin Allah akan membantu hamba-Nya yang bersungguh-sungguh.
Man jadda Wa jadda, aku yakin itu. Sebenarnya saudaraku sudah membantuku mendaftar beasiswa di universitas lain yang lebih bagus dari IAIN Walisongo, tetapi aku merasa mereka kurang ikhlas membantuku, hingga akhirnya aku diterima di IAIN Walisongo yang pendaftarannya diberi tahu oleh kakakku bahkan yang diusahakan saudaraku itu tak ada hasilnya sama sekali. Sayangnya, diterimanya aku di IAIN Walisongo ini tidak didukung penuh oleh sekolahanku apalagi Bulek dan Omku. Mereka menganggap, IAIN Walisongo perguruan tinggi yang kurang bermutu, dan susah mencari pekerjaannya nanti. “Astagfirullah, Ya Rabb, kuatkan imanku. Hanya kepada-Mu aku berserah” doaku setiap mendengar cemoohan mereka. Padahal, di IAIN Walisongo ini aku menemukan jati diriku yang sebenarnya. Hidupku terasa lebih bermakna dengan kehadiran organisasi kampus KAMMI dan lebih berharga dengan kasih sayang seorang akhwat yang selalu menjaga auratnya.
“Mas, ten mriki enten pondok mboten?” tanyaku pada mas-mas pencuci motor di samping Pom Bensin Ngaliyan sambil menyodorkan brosur Pesma Qolbun Salim. Karena ketika itu aku berencana ingin mencari pondokan.
“Coba mbak lurus aja, nanti ada gang, kanan jalan, terus belok.” Jawab mas itu.
“Oooh, nggih mas. Matursuwun sanget.”
Aku melanjutkan perjalananku mencari pondokan sesuai dengan petunjuk mas tadi. Setelah itu, aku menemukan gangnya lalu aku belok ke gang itu.
“Daerah yang aneh, dari tadi naik turun terus kayak gunung tapi rumah semua.” Gumamku.
Setelah sampai ke tempat yang dituju, ternyata di sana banyak cowoknya. Yang ternyata Pondok itu sekarang ini aku tahu adalah YPMI. Dengan berani, aku coba bertanya kepada salah satu orang yang menghuni tempat itu. Kuperlihatkan brosur Pesma Qolbun Salim kepada mas itu.
“Wah, ini bukan Pesma Qolbun Salim, Mbak. Cari kesana coba” jawab mas itu.
Hufh, mau cari lagi kemana. Aku tidak tahu daerah Ngaliyan. Lalu kuberanikan diriku berjalan terus mengikuti jalan raya kecil.
“Kayaknya disini rumah semua, nggak ada pondoknya” Pikirku heran.
Puji Syukur Kehadirat Allah, yang telah memberiku petunjuk. Di perjalanan, aku mencoba bertanya kepada salah satu warga Ngaliyan. Namanya Bu siti, ibu kost PESMA al-Izzah saat ini.
“Buk, ngertos Pesma Qolbun Salim mboten?” Tanyaku optimis.
“Oooo, Sing KAMMI niku mbak?”
“Nggih.”
“Cobi mbak mlebet mriki, niki enten mbak-mbak’e” Jawab Bu Siti sambil menunjuk pesma Qolbun Salim.
“Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Apaan itu? Apa itu tadi yang dibilang Bu siti ya?” Pikirku bingung ketika melihat tulisan KAMMI di pesma itu.
Lalu aku bertanya-tanya sama mbak yang di pesma itu. Aku sedikit heran, katanya pesantren tapi kok rumah? Hmmm……tak apalah, yang penting dapat tempat tinggal, Murah lagi.
…#@#…
Kejadian ini adalah asbabul wurud aku tinggal di PESMA. Setelah beberapa hari tinggal di PESMA, aku mulai kagum dengan mbak-mbaknya yang ramah dan terjaga auratnya. Aku merasa malu karena di IAIN Walisongo ini aku baru bersekolah mengenakan kerudung. Akhirnya aku tersadar, bahwa aurat wanita itu bak mutiara, semakin tersimpan ia semakin berharga. Semenjak itu, Kumulai keyakinanku untuk menjadi Akhwat sejati sedikit demi sedikit. InsyaAllah!.Entah kenapa aku begitu senang ketika melihat seorang Akhwatifillah pertama kali, meskipun agak sedikit ragu-ragu dan takut mengenai aliran-aliran mereka padahal ya sama saja.
Hari berganti hari, aku mulai ditawari oleh mbak Ida, salah satu mbak pesma untuk gabung di KAMMI.
“Dek, mau ikut organisasi KAMMI nggak?”
“Apaan itu, Mbak?” tanyaku heran.
“Di KAMMI ini, nanti adek akan diperkenalkan dengan kegiatan baksos, diskusi-diskusi politik, bazar wisuda, dll. Itu baik untuk bekal dek Asih nanti kalo mau KKN dan juga ke depannya.” Ujar mbak ida lembut.
“Maaf mbak, aku nggak suka politik-politik. Aku juga nggak dibolehin ikut-ikut organisasi.” Jawabku ketus.
Tetapi, Kulihat teman-teman Pesmaku yang seangkatan denganku bersemangat untuk gabung di KAMMI. Aku pun merasa iri, tapi Aku masih yakin dengan pilihanku sendiri.
“Sih, yuk ikut KAMMI?!” tanya teman sepesmaku.
“Nggak ah, ukh.” Jawabku ragu.
Tapi, lama-kelamaan aku mulai berfikir,
“Kalau aku nggak ikut, nanti kalau ada acara KAMMI, aku dipesma sendiri donk?”
Akhirnya aku ikut-ikutan gabung di KAMMI. Aku mencoba ikut di Dauroh Marhalah I. Awalnya pas berangkat DM I, aku senang sekali, soalnya sudah lama aku nggak jalan-jalan bareng. Tapi, hari kedua DM I, hatiku kesal. Kegiatannya banyak banget, padahal hampir jam 12 malam. Besok juga harus bangun pagi, tapi acaranya belum selesai.
“Mbak, kalau ngasih materi lihat sikon juga dong. Kalau sudah malam ya materinya pending dulu sampai besok, soalnya ilmu itu tidak untuk mengejar target tetapi, untuk dipahami.” Ujarku kesal.
Aku kesal banget dengan acara ini. Sampai-sampai teman sebelahku juga kesal, dia marah ketika ada panitia yang mau ngasih jajan biar nggak ngantuk. Tetap saja materinya masih banyak. Aku masih ingat, setelah acara DM I itu aku dilihatin foto-fotonya. Aku tersenyum lebar ketika melihat fotoku sedang cemberut lantaran marah pada waktu itu. Malu banget rasanya kalau teringat momen itu lagi.
Meskipun begitu, temanku juga ada yang masih bersemangat mengikuti materi, malah dia menikmati diskusinya dengan seksama. Subhanallah, salut banget. Sementara aku baru sedikit saja sudah mengeluh. Astagfirullahaladzim…..
Tapi, setelah lama aku berkecimpung di KAMMI aku baru tesadar bahwa DM I ini belum ada apa-apanya dengan DM II. Di DM II nanti tak ada waktu buat berleha-leha. Waktu senggang diisi dengan tilawah dan hafalan. Hatiku sesal, mengingat komplain egois yang aku lantunkan ke panitia dulu. Padahal, kerja para panitia juga sudah maksimal. Aku malu pada diriku sendiri, diriku seakan-akan sampah yang terbuang sia-sia. Tak memanfaatkan waktu dengan baik. Aku salut dengan kader yang sudah DM II. Semoga kalian tetap istiqomah dengan tanggung jawabnya. Tapi, Aku belum siap untuk mengikuti DM II.
Setelah sekian lama di KAMMI, akhirya dibentuk kepanitiaan. Aku mendapat job di Departemen Ekonomi. Senang rasanya, aku bisa di Departemen Ekonomi. Karena aku suka berbisnis dan hitung-menghitung. Aku mulai merenungi diriku sendiri bahwa mahasiswa tidak hanya kuliah kantin dan kost, tapi juga harus berorganisasi dan menggali bakat. Selagi aku masih diberi kesempatan tinggal di Semarang, aku mulai bertekad untuk bersungguh-sungguh menghadapi pilihanku berkecimpung di organisasi KAMMI, karena aku berprinsip “Where there is a will, there is a way”. Aku juga merasa berat, seandainya nanti aku harus meninggalkan kota Semarang terutama di Ngaliyan yang penuh dengan barokah dan hidayah ini. Karena berkat di Ngaliyan ini, aku menemukan suatu organisasi yang berbeda dari yang lain dan dulu aku sangat mengimpikannya. Bagi teman-teman yang membaca cerpen ini, ingatkan aku di kala nanti kau melihatku sukses di kota Semarang ini, entah aku sudah mengajar atau yang lainnya, tapi tidak kau dapati aku berkontribusi di KAMMI. Ingatkan aku jika semasa kepanitiaanku, aku lalai terhadap tanggung jawabku. Aku tidak siqoh dengan aturan. Ingatkan aku teman. Karena bagiku, KAMMI adalah pengarah masa depanku.
Ya, KAMMI, The Action Group of Indonesian Moslem Students. Organisasi yang sangat berbeda dari yang lain. Teman-temanku pun sering memandang setengah-setengah tentang KAMMI. Padahal Mereka belum tahu siapa KAMMI yang sebenarnya. Aku yakin kalau mereka tahu yang sebenarnya pasti mereka akan berkata “Subhanallah…!!!”. Aku yakin itu. Karena di KAMMI semua ada batasnya, dari pergaulan sampai perilaku. Berbeda dari organisasi lain, misalkan PMII, ataupun Himpunan Mahasiswa-mahasiswa kota masing-masing. Di sana perempuan dan laki-laki campur baur bahkan di baksos pun laki-laki dan perempuan serumah meskipun tidak sekamar tetapi ada kemungkinan hal buruk terjadi dari salah seorang laki-laki iseng menfoto teman perempuannya yang sedang tidur, itupun benar terjadi. Temanku memberitahuku ketika dia ikut baksos di suatu organisasi mahasiswa lainnya. Naudzubillah min dzalik. Semoga di KAMMI tidak terjadi hal seperti itu. Aamiin…
Aku masih teringat pengalaman mengesankanku di KAMMI sekaligus membuatku yakin bahwa Allah telah memberiku karunia yang begitu besar sehingga aku diperkenalkan dengan KAMMI, ketika aku didelegasikan menjadi peserta Jambore Ukhuwah, sebelumnya saya mengucapkan syukron jazakallah kepada KAKOM KAMMI yang telah mendelegasikanku di Jambore Ukhuwah kemarin. Meskipun sudah capek-capek mempersiapkan dan ikut jambore malah disuruh bayar sendiri keperluannya. Tak apalah, itung-itung Infak. Di sana aku benar-benar menemukan ukhuwah sejati dengan ukhti-ukhti peserta jambore dari Komisariat lain. Penampilan mereka juga tetap terjaga auratnya. Bahkan ada yang sampai memakai jilbab lapis 3, aku aja pakai jilbab lapis 2 sudah merasa gerah. Maklum, belum terbiasa. Mereka sangat bersemangat mengikuti perlombaan bahkan tak ada sedikitpun sikap saling bersaing dalam jambore ini, kita saling menyemangati peserta dari komisariat lain. Subhanallah,…!!!! Aku mencintai mereka karena-Mu,Ya Allah. Ya Rabb, aku merindukan mereka.
“Di awal kita bersua…, mencoba untuk saling memahami.. keping-keping di hati terajut dengan indah,.. rasakan persaudaraan kita.
Dan masa pun silih berganti.. ukhuwah dan amanah tertunaikan,… berpeluh suka dan duka, kita jalani semua.. semata-mata harapkan ridho-Nya…
Sahabat,, tibalah masanya,… Bersua pasti ada berpisah.. bila nanti kita jauh berpisah.. .jadikan Robithoh pengikatnya.. jadikan doa ekspresi rindu… semoga kita bersua disurga….”
Lagu Senandung Ukhuwah yang sering aku nyanyikan ketika aku merindukan mereka.
Aku yakin suatu saat nanti bisa bertemu lagi dengan ukhtiku di jambore ukhuwah, meskipun tidak di dunia tapi aku yakin di surga nanti kita pasti akan bertemu. Aamiin.
Hikmah dari jambore ukhuwah ini, aku menjadi tahu beberapa kader KAMDA. Ada mbak Ica, mbak Nurul, mbak Dani, dll. Aku bisa melewati jurang yang berliku-liku, aku mengenal anggota-anggota KAMMI dari universitas lain dan aku bisa push–up banyak banget dalam 3 hari. Tapi, yang paling penting adalah aku mangerti hakekat KAMMI dan aku menemukan jati diriku yang sebenarnya. Tak ada ukhuwah yang sejati selain di KAMMI. KAMMIku, Pilihanku.
*Kader KAMMI AB I Angkatan 2010, Bendahara Umum Periode 2012-2013, Kependidikan Islam/Tarbiyah